Powered By Blogger

Jumat, 28 September 2012

makalah pancasila

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pancasila  sebagai  dasar  negara  dan  landasan  idil  bangsa  Indonesia  yang menjadi  pedoman  untuk  mencapai  cita-cita  bangsa,  dewasa  ini  dalam  zaman reformasi  telah  menyelamatkan  bangsa  Indonesia  dari  ancaman  disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun.
Dalam perjalanan    sejarah eksistensi Pancasila  sebagai dasar  filsafat Negara Republik  Indonesia  mengalami  berbagai  macam  interpretasi  dan  manipulasi poliltik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik  legitimasi  ideologi Negara Pancasila.
Dengan kata lain Pancasila tidak lagi dijadikan Pandangan hidup bangsa dan Negara Indonesia.Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam  pengertian keabsahan  substansialnya,  tetapi  dalam  konteks implementasinya. Tantangan  terhadap  pancasila  sebagai  kristalisasi  pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari  faktor domestik,  tetapi juga dunia internasional.
Secara  historis  nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  setiap  sila  Pancasila sebelum  dirumuskan  dan  disahkan  menjadi  dasar  negara  Indonesia  secara obyektif historis  telah dimiliki oleh bangsa  Indonesia  sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila  tersebut  tidak  lain  adalah  dari  bangsa  Indonesia  sendiri.
1.2.   Rumusan masalah
1.2.1     Bagaimana pancasila bisa diimplementasikan di dalam permasalahan
1.2.2      Reformasi  implementasi pancasila dalam bidang ekonomi,politik,social dan budaya serta  pertahanan dan keamanan
1.2.3     Berhasilkah reformasi di indonesia
1.3     Tujuan penulisan
1.3.1        Mengetahui implementasi pancasila dalam reformasi dan masalah-masalahnya
1.3.2        Mengetahui berhasilkah reformasi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

 2.1  Beberapa impelementasi Pancasila di berbagai orde di antaranya

2.1.1  Masa Orde Lama
Pada  masa  Orde  lama,  Pancasila  dipahami  berdasarkan  paradigma  yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat  itu  kondisi  politik  dan  keamanan  dalam  negeri  diliputi  oleh  kekacauan  dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana  transisional dari masyarakat  terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde  lama adalah masa pencarian bentuk  implementasi  Pancasila  terutama  dalam  sistem  kenegaraan.  Pancasila diimplementasikan  dalam  bentuk  yang  berbeda-beda  pada  masa  orde  lama. Terdapat  3  periode  Implementasi  Pancasila  yang  berbeda,  yaitu  periode  1945-1950, periode 1950-1959, dan peride 1959-1966.
Pada  periode  1945-1950,  implementasi  Pancasila  bukan  saja  menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun  1948  dan  oleh DI/TII  yang  akan mendirikan  negara  dengan  dasar  islam. Pada  periode  ini,  nilai  persatuan  dan  kesatuan masih  tinggi  ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun  setelah  penjajah  dapat  diusir,  persatuan mulai mendapat  tantangan.
Dalam  kehidupan  politik,  sila  keempat  yang  mengutamakan  musyawarah dan mufakat  tidak dapat  dilaksanakan,  sebab  demokrasi  yang  diterapkan  adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi  sebagai kepala negara, sedang  kepala  pemerintahan dipegang  oleh  Perdana  Menteri.  Sistem  ini menyebabkan  tidak  adanya  stabilitas pemerintahan.  Kesimpulannya  walaupun konstitusi  yang  digunakan  adalah  Pancasila  dan  UUD  1945  yang  presidensil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada  periode  1950-1959,  walaupun  dasar  negara  tetap  Pancasila,  tetapi rumusan  sila  keempat  bukan  berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan  suara terbanyak  (voting).  Sistem pemerintahannya  yang  liberal  sehingga  lebih menekankan  hak-hak  individual.  Pada  periode  ini  persatuan  dan  kesatuan mendapat  tantangan  yang  berat  dengan munculnya  pemberontakan RMS, PRRI, dan  Permesta  yang  ingin  melepaskan  diri  dari  NKRI.  Dalam  bidang  politik, demokrasi berjalan  lebih baik dengan  terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling  demokratis.  Tetapi  anggota  Konstituante  hasil  pemilu  tidak  dapat menyusun  UUD  seperti  yang  diharapkan.  Hal  ini  menimbulkan  krisis  politik, ekonomi,  dan  keamanan,  yang  menyebabkan  pemerintah  mengeluarkan  Dekrit  Presiden  1959  untuk membubarkan Konstituante, UUD  1950  tidak  berlaku,  dan kembali  kepada UUD  1945. Kesimpulan  yang  ditarik  dari  penerapan  Pancasila selama  periode  ini  adalah  Pancasila  diarahkan  sebagai  ideology  liberal  yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
Pada  periode  1956-1965,  dikenal  sebagai  periode  demokrasi  terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai  Pancasila  tetapi  berada  pada  kekuasaan  pribadi  presiden  Soekarno. Terjadilah  berbagai penyimpangan  penafsiran  terhadap  Pancasila  dalam konstitusi.  Akibatnya  Soekarno  menjadi  otoriter,  diangkat  menjadi  presiden seumur  hidup,  politik  konfrontasi,  menggabungkan  Nasionalis,  Agama,  dan Komunis,  yang  ternyata  tidak  cocok  bagi NKRI.  Terbukti  adanya  kemerosotan moral  di  sebagian  masyarakat  yang  tidak  lagi  hidup  bersendikan  nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
 Dalam mengimplentasikan  Pancasila,  Bung  Karno melakukan  pemahaman Pancasila  dengan  paradigma  yang  disebut  USDEK.  Untuk  memberi  arah perjalanan  bangsa,  beliau  menekankan  pentingnya  memegang  teguh  UUD  45, sosialisme  ala  Indonesia,  demokrasi  terpimpin,  ekonomi  terpimpin  dan kepribadian  nasional.  Hasilnya  terjadi  kudeta  PKI  dan  kondisi  ekonomi  yang memprihatinkan.  Walaupun  posisi  Indonesia  tetap  dihormati  di  dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan  yang  ditarik  adalah  Pancasila  telah  diarahkan  sebagai  ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.

2.1.2  Masa Orde Baru
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen  sebagai kritik  terhadap orde  lama yang  telah menyimpang  dari Pancasila. Situasi  internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut.
Indonesia dihadapkan pada pilihan  yang  sulit, memberikan  sandang dan  pangan kepada  rakyat  atau  mengedepankan  kepentingan  strategi  dan  politik  di  arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno. Dilihat  dari  konteks  zaman,  upaya Soeharto  tentang Pancasila,  diliputi  oleh paradigma  yang  esensinya  adalah  bagaimana  menegakkan  stabilitas  guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan ekonomi. Istilah terkenal pada saat  itu adalah  stabilitas  politik  yang  dinamis  diikuti  dengan  trilogi  pembangunan.
Perincian pemahaman Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan  esensi  selaras,  serasi  dan  seimbang.  Soeharto melakukan  ijtihad  politik dengan  melakukan  pemahaman  Pancasila  melalui  apa  yang  disebut  dengan  P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu  tentu saja didasarkan pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang
dihadapi bangsa.
Pada  awalnya memang memberi  angin  segar  dalam  pengamalan  Pancasila, Namun, beberapa  tahun kemudian kebijakan-kebijakan  yang dikeluarkan  ternyata tidak  sesuai dengan  jiwa Pancasila. Walaupun  terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat  dan  penghormatan  dari  dunia  internasional,  Tapi  kondisi  politik  dan keamanan  dalam  negeri  tetap  rentan,  karena  pemerintahan  sentralistik  dan otoritarian.  Pancasila  ditafsirkan  sesuai  kepentingan  kekuasaan  pemerintah  dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM  terjadi  dimana-mana  yang  dilakukan  oleh  aparat  pemerintah  atau  negara.
Pancasila seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan  sebagai  alasan  untuk  stabilitas  nasional  daripada  sebagai  ideologi yang  memberikan  ruang  kebebasan  untuk  berkreasi.  Kesimpulan,  Pancasila selama Orde Baru  diarahkan menjadi  ideologi  yang  hanya menguntungkan  satu golongan,  yaitu  loyalitas  tunggal  pada  pemerintah  dan  demi  persatuan  dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.

2.1.3  Pada Masa Reformasi
Terlepas  dari  kenyataan  yang  ada,  gerakan  reformasi  sebagai  upaya memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan  dengan  dampak  politik,  ekonomi,  sosial,  dan  terutama  kemanusiaan.
Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang  reformasi  ini guna meraih  kekuasaan  sehingga  tidak  mengherankan  apabila  banyak  terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban  jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan  politik. Tragedi  “amuk masa”  di  Jakarta, Tangerang,  Jawa Tengah, Jawa  Timur,  Kalimantan,  Sulawesi,  Maluku,  Irian  Jaya,  serta  daerah-daerah lainnya merupakan  bukti mahalnya  sebuah  perubahan.  Dari  peristiwa-peristiwa tersebut,  nampak  sekali  bahwa  bangsa  Indonesia  sudah  berada  di  ambang  krisis
degradasi moral dan ancaman disintegrasi. Kondisi  sosial  politik  ini  diperburuk  oleh kondisi  ekonomi  yang  tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.
Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang  tinggi  terus bertambah  seiring dengan PHK  sejumlah  tenaga kerja  potensial.  Masyarakat  kecil  benar-benar  menjerit  karena  tidak  mampu  memenuhi  kebutuhan  hidup  sehari-hari. Kondisi  ini  diperparah  dengan  naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya  pemerintah  untuk  mengurangi  beban  masyarakat  dengan menyediakan  dana  sosial  belum  dapat  dikatakan  efektif  karena  masih  banyak terjadi  penyimpangan  dalam  proses  penyalurannya.  Ironisnya  kalangan  elite politik  dan  pelaku  politik  seakan  tidak  peduli  den  bergaming  akan  jeritan kemanusiaan tersebut. Di  balik  keterpurukan  tersebut,  bangsa  Indonesia  masih  memiliki  suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan  masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa  kenyataan  yang  dapat menjadi  landasan  bagi  bangsa  Indonesia  dalam memperbaiki  kehidupannya,  seperti:  (1)  adanya  nilai-nilai  luhur  yang  berakar
pada  pandangan  hidup  bangsa  Indonesia;  (2)  adanya  kekayaan  yang  belum dikelola secara optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi,kolusi, dan nepotisme (KKN).

2.2   Peranan Pancasila Pada Berbagai Bidang 

2.2.1.  Implementasi Pancasila dalam Bidang  Politik
Pembangunan  dan  pengembangan  bidang  politik  harus mendasarkan  pada dasar  ontologis  manusia.  Hal  ini  di  dasarkan  pada  kenyataan  objektif  bahwa manusia  adalah sebagai  subjek Negara,  oleh  karena  itu  kehidupan  politik  harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan  politik Negara  terutama  dalam  proses  reformasi  dewasa  ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam  esensinya,  sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan  segala  cara harus segera diakhiri.

2.2.2.  Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di  dalam  dunia  ilmu  ekonomi  terdapat  istilah  yang  kuat  yang  menang, sehingga  lazimnya  pengembangan  ekonomi  mengarah  pada  persaingan  bebas dan  jarang mementingkan moralitas  kemanusiaan. Hal  ini  tidak  sesuai  dengan Pancasila  yang  lebih  tertuju  kepada  ekonomi  kerakyatan,  yaitu ekonomi  yang humanistic yang mendasarkan pada  tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto,1999).  Pengembangan  ekonomi  bukan  hanya mengejar  pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa.

2.2.3.  Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial dan Budaya
Dalam  pembangunan  dan  pengembangan  aspek  sosial  budaya  hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat  tersebut. Terutama  dalam  rangka  bangsa  Indonesia melakukan reformasi  di  segala  bidang  dewasa  ini.  Sebagai  anti-klimaks  proses  reformasi dewasa  ini  sering  kita  saksikan  adanya  stagnasi  nilai  social  budaya  dalam masyarakat  sehingga  tidak mengherankan  jikalau  di  berbagai wilayah  Indonesia saat  ini  terjadi  berbagai  gejolak  yang  sangat memprihatinkan  antara  lain  amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya yang muaranya adalah masalah politik. Oleh  karena  itu  dalam  pengembangan  social  budaya  pada  masa  reformasi dewasa  ini  kita  harus  mengangkat  nilai-nilai  yang  dimiliki  bangsa  Indonesia sebagai  dasar  nilai  yaitu  nilai-nilai  pancasila  itu  sendiri. Dalam  prinsip  etika pancasila  pada  hakikatnya  bersifat  humanistic,  artinya  nilai-nilai  pancasila  mendasarkan  pada  nilai  yang  bersumber  pada  harkat  dan  martabat  manusia sebagai makhluk yang berbudaya.

2.2.4.  Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan
Negara pada hakikatnya adalah merupakan  suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya  hak-hak  warga  negara  maka  diperlukan  peraturan  perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh  karena  pancasila  sebagai  dasar  Negara  dan  mendasarkan  diri  pada hakikat  nilai  kemanusiaan monopluralis maka  pertahanan  dan  keamanan  negara harus  dikembalikan  pada  tercapainya  harkat  dan  martabat  manusia  sebagai pendukung  pokok  negara.
Dasar-dasar  kemanusiaan  yang  beradab  merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara.  Oleh  karena  itu  pertahanan  dan  keamanan  negara  harus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dan akhirnya  agar  benar-benar  negara  meletakan  pada  fungsi  yang  sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.

2.3  Berhasilkah reformasi itu?
belum, karena  dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain dari  Kebijakan publik  yang  selama  ini  kita  bangun ternyata belum mampu merepresentasikan nilai-nilai pancasila secara kaffah. Kita semua mengetahui bahwa disaat  robohnya atap SD di berbagai daerah, sama  sekali  tidak  ada  esensi  kemanusiaan  yang  adil  dan  beradab  dalam kebijakan  pembangunan  gedung  baru  DPR.  Tidak  ada  nilai-nilai  keadilan sosial  bagi  seluruh  rakyat  Indonesia  dalam  kebijakan  rekruitmen  pegawai pemerintahan  yang  didasari  oleh  kolusi.  Bahkan  lebih  mengenaskan  lagi, tidak ada sila ketuhanan yang maha Esa dalam handphone wakil rakyat (para pembuat  kebijakan  publik)  di  DPR.
Sebenarnya bukan pancasilanya dan isi pancasila itu yang salah tetapi para masyarakat dan pejabat serta pemerintahan yang lupa atau pura-pura lupa akan poin-poin dan makna yang terkandung dalam pancasila itu. Sehingga reformasi berlandaskan pancasila itu belum semuanya berhasil,denang kenyataan masih banyak orang-orang yang melakukan reformasi hanya untuk eksistensi kekuasaan dan pengaruhnya saja demi kepentingan pribadinya.










BAB III
PENUTUP


3.1   KESIMPULAN
Dalam kenyataannya sebelum dan sesudah reformasi banyak kendala dan masalah-masalah yang terjadi di indonesia sepertidalam berbagai bidang meliputi ekonomi,politik,social dan kebudayaan serta pertahanan dan keamanan.semua kendala itu kebanyakan bersumber pada kebanyakan orang-orang yang mempunyai jabatan dan kekuasaan hanya mementingkan kepentingan pribadinya,sehingga tujuan reformasi yang sebenarnya yang ingin dicapai bangsa Indonesia berdasarkan kelima sila yang terkandung dalam pancasila tidak dapat terwujud dengan sempurna.
Masih banyak kesenjangan social, kemiskinan dan ketidak adilan diindonesia apalagi masih banyak KKN di ruang lingkup pemerintahan, sehingga membuat masyarakat hilang harapan dan kepercayaan terhadap pemerintahan tersebut.
Logikanya tidak ada sebuah rumah yang kokoh jika dasarnya rapuh, begitu juga sebuah Negara jika dasar negaranya saja tidak tahu makna dan maksudnya bagaimana bisa mewujudkan cita-cita reformasi itu.

3.2  SARAN
Kita  sebagai generasi muda, mari kita  satukan gerak  langkah kita
untuk  menggapai  negara  yang  makmur  dan  sejahtera  dengan  cara mengimplementasikan  isi  kandungan  yang  terkandung  dalam  Pancasila  itu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tujuan reformasi dapat terwujud dengan baik. Amin..
 Dan juga saya menyadari dalam penyusunan ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya maka saya berharap atas saran dan kritiknya guna memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi diri pribadi maupun bagi pembaca.

Kamis, 19 Januari 2012

Konsep Dasar Bimbingan Belajar

Konsep Dasar Bimbingan Belajar
  1. Pengertian Bimbingan Belajar
Menurut A J Jones, bimbingan belajar merupakan suatu proses pemberian bantuan seseorang pada orang lain dalam menentukan pilihan dan pemecahan masalah dalam kehidupannya.
Menurut L D Crow dan A Crow, bimbingan belajar merupakan suatu bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang yang telah terdidik pada orang lain yang mana usianya tidak ditentukan untuk dapat menjalani kegiatan dalam hidupnya.
Jadi, bimbingan belajar adalah suatu bentuk kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh seseorang yang telah memiliki kemampuan lebih dalam banyak hal untuk diberikan kepada orang lain yang mana bertujuan agar orang lain dapat menemukan pengetahuan baru yang belum dimilikinya serta dapat diterapkan dalam kehidupannya.
2. Latar Belakang Bimbingan Belajar
Suatu kegiatan yang dilaksanakan sudah pasti memiliki latar belakang. Demikian pula halnya dengan layanan bimbingan belajar. Kegiatan bimbingan belajar dilaksanakan karena dilatar belakangi oleh beberapa hal, sebagai berikut:
1. Adanya criterion referenced evaluation yang mana mengklasifikasikan siswa berdasarkan keberhasilan mereka dalam menguasai pelajaran. Dan kualifikasi itu, antara lain :
a. Siswa yang benar-benar dapat meguasai pelajaran.
b. Siswa yang cukup menguasai pelajaran.
c. Siswa yang belum dapat menguasai pelajaran.
2. Adanya kemampuan/tingkat kecerdasan dan bakat yang dimiliki oleh tiap siswa yang mana berbeda dengan siswa yang lainnya. Dimana klasifikasi siswa tersebut antara lain :
a. Siswa yang prestasinya lebih tinggi dari apa yang diperkirakan berdasarkan hasil tes kemampuan belajarnya.
b. Siswa yang prestasiya memang sesuai dengan apa yang diperkirakan berdasarkan tes kemampuan belajarnya.
c. Siswa yang prestasinya ternyata lebih rendah dai apa yang diperkirakan berdasarkan hasil tes kemampuan belajarnya.
3. Adanya penerapan waktu untuk menyelesaikan suatu program belajar. Dan klasifikasi siswa dalam hal ini antara lain :
a. Siswa yang ternyata dapat menyelesaikan pelajaran lebih cepat dari waktu yang disesuaikan.
b. Siswa yang dapat menyelesaikan pelajaran sesuai waktu yang telah disesuaikan.
c. Siswa yang ternyata tidak dapat menyelesaikan pelajaran sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Adanya penggunaan norm referenced yang mana membandingkan prestasi siswa yang satu dengan yang lainnya. Dan klasifikasi siswa berdasarkan perstasinya itu antara lain :
a. Siswa yang prestasi belajarnya selalu berada di atas nilai rata-rata prestasi kelompoknya.
b. Siswa yang prestasi belajarnya selalu berada di sekitar nilai rata-rata dari kelompoknya.
c. Siswa yang prestasinya selalu berada di bawah nilai rata-rata prestasi kelompoknya.
Setelah mengetahui begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh setiap siswa dalam kegiatan belajarnya, maka diperlukanlah suatu bentuk layanan bimbingan belajar. Hal ini dimaksudkan agar para siswa yang memiliki permasalahan dalam belajarnya dapat segera memperoleh bantuan atau bimbingan dalam kegiatan belajar yang diperlukannya. Jadi, layanan bimbingan belajar sangat diperlukan oleh semua orang yang sedang melakukan proses atau kegiatan belajar.
3. Jenis Layanan Bimbingan Belajar dalam Kaitannya dengan PBM
Seorang guru dalam memberikan layanan bimbingan belajar harus tetap berporos pada terselenggaranya Proses Belajar Mengajar. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu jenis layanan bimbingan belajar yang berkaitan dengan Proses Belajar Mengajar. Maka jenis layanan bimbingan belajar dalam konteks Proses Belajar Mengajar yang dapat dan seyogianya dijalankan oleh para guru, antara lain :
a. Mengumpulkan informasi mengenai diri siswa
b. Memberikan informasi mengenai berbagai kemungkinan jenis program dan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik siswa.
c. Menempatkan siswa dengan kelompok belajar yang sesuai
d. Memberikan program belajar yang sesuai
e. Mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
f. Membuat rekomendasi tentang kemungkinan usaha selanjutnya
g. Melakukan remedial teaching
4. Prosedur dan Strategi Layanan Bimbingan Belajar
a. Prosedur Umum Layanan Bimbingan Belajar
Suatu layanan bimbingan belajar, pada umumnya memiliki beberapa tahap dalam kegiatannya, antara lain :
1) Identifikasi Kasus
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi siswa yang memerlukan bimbingan. Ada kalanya siswa datang langsung pada guru pembimbing untuk diberi bimbingan mengenai suatu permasalahan dalam belajar yang sedang dihadapinya. Namun, ada kalanya pula, siswa enggan untuk mendatangi guru pembimbingnya dikarenakan beberapa alasan. Maka, diperlukan suatu upaya lebih dari guru pembimbing untuk dapat memberikan bimbingan pada siswa yang benar-benar membutuhkan bimbingan, namun enggan untuk meminta bimbingan. Dan cara yang dapat dilakukan oleh guru pembimbing dalam memberikan bimbingan motivasi kepada siswa tersebut, antara lain :
(a) Call them approach
Langkah untuk memanggil setiap siswa yang ada dan melakukan wawancara face to face, maka akan diperoleh siswa yang perlu dibimbing.
(b) Maintan good relations
Langkah ini dikenal juga sebagai open door policy, yang mana diciptakan berbagai cara tidak langsung untuk memperkenalkan berbagai jenis layanan yang akan diberikan guru pembimbing untuk membantu siswanya yang tidak hanya terbatas pada hubungan belajar-mengajar di kelas saja.
(c) Developing a desire for conseling
Langkah ini dilakukan jika siswa tidak menyadari akan masalah belajar yang dialaminya, maka dilakukanlah cara:
(1) mengadiministrasikan tes inteligensi, bakat, minat, pretest atau post test dan sebagainya.
(2) mengadakan orientasi studi yang membicarakan dan memperkenalkan karakteristik perbedaan individual serta implikasinya bagi cara belajar-mengajar.
(3) mengadakan diskusi tentang suatu masalah tentang kesulitan belajar.
(d) Lakukan analisis terhadap prestasi belajar siswa mengenai beberapa siswa yang menunjukkan kelainan-kelainan tertentu.
(e) Lakukan analisis sosiometris dengan memilih temantedekat di antara sesama siswa.
2) Identifikasi Masalah
Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi permalsahan yang dihadapi oleh setiap siswa. Dalam konteks PBM, permasalahannya dapat dialokalisasi dan dibatasi dengan ditinjau dari tujuan proses belajar-mengajar:
(a) Secara substansial-material, hendaknya dialokalisasi pada jenis bidang studi mana saja.
(b) Secara struktural-fungsional, permasalahan itu mungkin dapat dialokasikan pada salah satu jenis dan tingkat kategori belajar proses-proses mental dari delapan kategori belajar menurut Gagne.
(c) Secara behavioral, permasalahan mungkin terletak pada salah satu jenis dan tingkat perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
(d) Mungkin terletak pada salah satu atau beberapa aspek kepribadian siswa.
3) Diagnosis
Dalam konteks PBM, kemungkinan faktor penyebab permasalahan yaitu terletak pada :
(a) raw input
(b) instrumental input
(c) enviromental input
(d) tujuan pendidikan
Cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan kemungkinan faktor penyebab permasalahan di atas, antara lain:
(a) Untuk mendeteksi raw input, perlu diadakan tes psikologi, skala penilaian sikap, wawancara bimbingan dengan yang bersangkutan, inventory, dan sebagainya.
(b) Untuk mendeteksi instrumental input, perlu dilakukan review terhadap komponen-komponen sistem instruksional yang bersangkutan dengan diadakan wawancara dan studi dokumeneter.
(c) Untuk mendeteksi enviromental input, perlu dilakukan observasi dengan analisis anecdotal records, kunjungan rumah, wawancara dengan yang bersangkutan.
(d) Untuk mendeteksi tujuan-tujuan pendidikan, perlu dilakukan analisis rasional, wawancara, dan studi dokumenter.
4) Mengadakan Prognosis
Langkah ini dilakukan setelah beberapa langkah sebelumnya telah dilakukan, dan memberikan hasil. Selanjutnya, dapat diperkirakan tentang cara mana yang mungkin dilakukan. Proses pengambilan keputusan pada tahap ini seyogianya tidak dilakukan secara tergesa-gesa, dan sebaiknya melalui serangkaian konferensi kasus.
5) Melakukan Tindakan Remedial atau Membuat Referral (Rujukan)
Jika jenis permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan lingkungan belajar-mengajar dan guru masih sanggup mengatasi, maka perlu dilakukan tindakan remedial. Namun, jika permasalahannya sudah menyangkut aspek lain yang lebih luas lagi, maka seorang guru perlu segera melakukan referral pada ahli yang kompeten di bidangnya.
6) Evaluasi dan Follow Up
Langkah apapun yang telah ditempuh oleh seorang guru, langkah evaluasi atas usaha pemecahan masalah tersebut seyogianya dilakukan.
b. Strategi Layanan Bimbingan Belajar
Ada dua cara pendekatan dalam menggariskan strategi layanan bimbingan, yaitu :
1. Berdasarkan jenis dan sifat kasus yang dihadapinya
Sesuai dengan sifat permasalahannya, layanan bimbingan dapat diberikan kepada siswa sebagai individual dan dapat pula diberikan kepada individu dalam kelompok.
o Layanan bimbingan kelompok, diselenggarakan bila :
(1) Terdapat sejumlah individu yang mempunyai permasalahan yang sama.
(2) Terdapat masalah yang dialami oleh individu, namun perlu adanya hubungan dengan orang lain.
Layanan bimbingan ini dapat dilakukan dengan cara:
(1) Formal, seperti : diskusi, ceramah, remedial teaching, sosiodrama, dan sebagainya.
(2) Informal, seperti : rekreasi, karyawisata, student self government, pesta olah raga, pentas seni, dan sebagainya.
o Layanan bimbingan individual
Layanan ini dapat digunakan jika permasalahan yang dihadapi individu itu lebih bersifat pribadi dan memerlukan beberapa proses yang mana dapat dilakukan oleh guru atau ahli psikolog. Mungkin juga orangtua yang bersangkutan yang akan melakukannya.
2. Berdasarkan Ruang Lingkup Permasalahan dan Pengorganisasiannya
Mathewson mengidentifikasi tiga strategi umum penyelenggaraan layanan bimbingan, sebagai berikut :
a) The strategy guidence thoughout the classroom
Dalam strategi bimbingan melalui kelas ini, ada slogan yang berbunyi “Every teacher is a guidance worker”, yang artinya bahwa setiap guru adalah petugas bimbingan. Slogan ini menjiwai seluruh pemikiran dan praktik layanan sehingga bimbingan dapat selalu terlaksana.
b) The strategy of guidance throughout supplementary services
Dalam strategi bimbingan melalui layanan khusus yang bersifat suplementer ini dapat dilakukan oleh petugas khusus yang ditujukan guna mengatasi masalah pokok secara terpilih. Strategi ini merupakan pola layanan bimbingan pendidikan dan vokasional.
c) The strategy of guidance as a comprehensive process trhoughtout the whole curriculum and community
Dalam strategi bimbingan sebagai suatu proses yang komprehensif melalui kegiatan keseluruhan kurikulum dan masyarakat inimelibatkan semua komponen personalia sekolah, siswa, orangtua, dan wakil-wakil masyarakat. Strategi ini memerlukan fasilitas yang lebih lengkap dan menuntut terciptanya suatu kerja sama yang harmonis di antara semua komponen yang terlibat.
5. Sistem dan Teknik Layanan Bimbingan
a. Beberapa Sistem Pendekatan Layanan Bimbingan
Dalam buku berjudul Counseling and Psychotherapy, Rogers mengemukakan dua pendekatan layanan bimbingan, yaitu:
1) Pendekatan Direktif
adalah suatu proses pendekatan yang mana yang menjadi pusatnya yaitu konselor, bukan klien.
Dalam pendekatan ini, Wiliamson mengemukakan beberapa alasan dilakukannya pendekatan ini, antara lain:
o Anak yang belum matang mendiagnosis sendiri, sukar memecahkan masalah yang dihadapinya tanpa bantuan pihak lain.
o Anak yang berkesulitan, walaupun telah diberi arahan untuk melakukan sesuatu agar dapat mengatasi masalahnya, tetap saja tidak berani melakukannya.
o Mungkin ada masalah yang berat untuk dipecahkan oleh anak tanpa bantuan orang lain.
2) Pendekatan Non-Direktif
adalah suatu proses pendekatan yang mana yang menjadi pusatnya yaitu klien, bukan konselor.
Dalam pendekatan ini, Cart Rogers mengemukakan beberapa alasan dilakukannya pendekatan ini, antara lain:
o Tiap individu mempunyai kemampuan yang besar untuk menyesuaikan diri serta mempunyai dorongan yang kuat untuk berdiri sendiri.
o Pembimbing hanya sebagai pengantar dan membantu klien dalam menciptakan suasana damai.
3) Pendekatan Eclective
Dalam pendekatan ini, FP Robinson mengemukakan beberapa alasan dilakukannya pendekatan ini, antara lain:
o Masalah dan situasi penyuluh selalu berbeda yang tak terbatas pada satu bidang kehiudpan.
o Langkah-langkah pembimbing harus selalu disesuaikan dengan keperluan yang dituntut oleh situasi bimbingan.
b. Teknik Layanan Bimbingan Belajar
Ada beberapa teknik layanan bimbingan yang dapat dilakukan oleh seorang guru pembimbing, yaitu antara lain:
1) Menghimpun data dan informasi mengenai individu yang bersangkutan.
2) Menciptakan hubungan yang baik dengan klien serta memberikan
informasi yang meyakinkan dan memberikan pilihan rencana yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya.